DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipandang sebagai produk dan
sebagai proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah haisl temuan-temuan
para ahli saintis, berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori-teori. Sedangkan
IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis
dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adannya temuan-temuan
tentang kejadian-kejadian alam.
Pembelajaran IPA di MI / SD sangat penting adannya untuk menambah
sebuah pengalaman dan pengetahuan, dalam hal ini mata pelajaran IPA sebagai
proses pembelajaran yang menekankan pada emberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara
alamiah.
Upaya untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu proses
pembelajaran, perlu diambil berbagai upaya dan kegiatan untuk mencapainya.
Upaya tersebut dengan menggunakan pendekatan serta metode tertentu, dimana
pemilihan dalam penggunaan pendekatan yang tepat pada bidang studi yang
diajarkan merupakan komponen dari strategi pembelajaran.
Dengan
menggunakan pendekatan serta metode yang sesuai dalam pembelajaran IPA di
MI/SD, tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai sesuai dengan tujuan
pendidikan pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
pengertian dari Pendekatan Pembelajaran IPA ?
2.
Jelaskan
jenis-jenis dari Pendekatan Pembelajaran IPA !
3.
Jelaskan
jenis-jenis metode dalam Pembelajaran IPA !
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian pendekatan dalam pembelajaran IPA
2.
Untuk
mnegetahui jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran IPA
3.
Untuk
mengetahui jenis-jenis metode dalam pembelajaran IPA
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pembelajaran IPA
Pendekatan Pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang
suatu pembelajaran. Pendekatan pembelajaran IPA merupakan landasan filosofi
yang melatar belakangi proses pembelajaran IPA. Landasan filosofi ini
berdasarkan epistemologi, ontologi, dan aksiologi pembelajaran IPA. IPA yang
dibahas disini adalah natural science, bukan social science.
Natural Science secara
harfiah merupakan ilmu yang mempelajari alam dari peristiwa-peristiwa yang
berhubungan dengan alam. Tujuan yang akan dicapai setelah seorang peserta didik
belajar IPA adalah mampu mempelajari diri sendiri dan fenomena alam. Pencapaian
tujuan belajar IPA tersebut dalam proses pembelajaran yang dimulai dari
penentuan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan.
Menurut Raka
Joni (1993), pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau
objek kajian. Pendekatan merupakan garis besar dari rencana pembelajaran.
Peranan pendekatan pembelajaran adalah menyesuaikan antara tujuan pembelajaran,
siswa, latar belakang, sosial dan budaya, sumber dan daya dukung yang
tercangkup dalam unsur input, output, produk dan outcomes. Pendidikan dengan
bahan kajian yang akan disajikan, sehingga pembelajaran menjadi menarik,
menyenangkan, menumbuhkan rasa ingin tahu. Tujuan menggunakan pendekatan adalah
menggiring cara pandang atau persepsi dan proses pengkajian terhadap materi
pembelajaran dengan suatu terminologi sehingga akan diperoleh suatu pemahaman
dan pembentukan perilaku siswa yang diharapkan.[1]
Penentuan pendekatan pembelajaran IPA berdasarkan pada :
1.
Tujuan
yang akan dicapai
Pendekatan
pembelajaran harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh
peserta didik. Tujuan pembelajaran IPA dirumuskan dalam bentuk Indikator
Pencapaian Kompetensi (IPK). Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) berdasarkan
pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam
kurikulum.
2.
Karakteristik
materi IPA
Materi
IPA memiliki dimensi pengetahuan faktual, prosedural, konseptual, dan metakognitif.
3.
Karakteristik
peserta didik
Setiap
peserta didik mempunyai karakter belajar tersendiri, ada yang auditori, visual,
dan kinestetik. Dari berbagai karakter peserta didik tersebut harus dapat
menjadi acuan dalam memilih pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
harus mampu membelajarkan peserta didik sebagai seorang individu meskipun
proses pembelajarannya dilaksanakan secara kelompok.
4.
Pengalaman
belajar
Penentuan
pendekatan sebaiknya memperhatikan pengalaman belajar yang akan dilaksanakan
oleh peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
Pengalaman belajar siswa dapat berupa aktivitas yang dilakukannya. Pendekatan
yang sesuai dengan pengalaman belajar peserta didik adalah pendekatan inkuiri.
5.
Kecakapan
hidup (life skill)
Pendekatan
pembelajaran yang akan dipilih oleh seorang guru harus dapat mengoptimalkan
kecakapan hidup (life skill) peserta didik. Proses pembelajaran yang di
dalamnya terintegrasi dan terkoneksi kecakapan hidup harapannya akan mampu
membekali seorang peserta didik untuk survive dalam kehidupannya karena
akan mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai.
6.
Karakteristik
yang diharapkan muncul
Atribut
karakter yang diharapkan muncul dalam diri seorang peserta didik adalah nilai.
Nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia perlu sejak dini ditanamkan dalam
diri peserta didik. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik
yang berperilaku baik, mencerminkan karakter dan budaya bangsa.[2]
B. Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran IPA
1.
Pendekatan
Pembelajaran Berdasarkan Teacher Centered Approach dan Student
Centered Approach
a.
Pendekatan
pembelajaran teacher centered approach/pendekatan ekspositori
Dalam pendekatan ini, guru berperan lebih aktif dibandingkan
peserta didiknya karena guru mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara
tuntas. Pendekatan ini biasa disebut juga mengajar secara konvensional, seperti
metode ceramah dan demonstrasi. Akan tetapi, jika dikelola dengan baik, pendekatan
ini akan memberikan suatu proses belajar bermakna pada peserta didik. Dalam
proses pembelajarannya guru mempersiapkan bahan dengan rapi, sistematika, dan
lengkap sehingga peserta didik cukup menyimak dan mencernanya secara teratur.
b.
Pendekatan
pembelajaran student centered approach/heuristik
Pendekatan pembelajaran yang
berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach)
merupakan pendekatan pembelajaran aktif dimana guru berperan sebagai fasilitator,
motivator, katalisator, dan pengentrol konsep. Pada pendekatan ini, peserta
didik diposisikan sebagai pusat perhataian utama.
Pendekatan heuristik merupakan pembelajaran aktif yang
menitik beratkan pada kretifitas peserta didik. Kreatifitas guru juga dituntut
dalam melaksanakan pendekatan ini, karena guru dituntut kreatif dalam
menciptakan strategi pembelajaran yang tepat untuk merangsang kreatifitas
peserta didik dalam proses pemahaman konsep melalui pendekatan pembelajaran
yang dipilih oleh guru disesuaikan dengan materi yang diajarkan sehingga
tercipta lingkungan belajar yang aktif.[3]
2.
Pendekatan
Konsep dan Pendekatan Proses
a.
Pendekatan
konsep
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang secara
langsung menyajikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh (Sagala, 2005).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam merencanakan
pembelajaran dengan pendekatan konsep (Dahar, 2003).
1)
Konsep-konsep
yang diajarkan harus dinyatakan secara tegas dan lengkap.
2)
Prasyarat
atau konsep-konsep yang telah diketahui dan diperlakukan dapat digunakan dalam
proses pembelajaran
3)
Urutan
memadai sesuai dengan konsep yang akan dipelajari maupun konsep yang telah ada.
IPA tumbuh dan berkembang berdasarkan
eksperimen-eksperimen. Sebagai ilmu yang tumbuh secara eksperimental, IPA
mengandung baik ilmu pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural.
Seperti halnya pengetahuan deklaratif, IPA disusun oleh konsep-konsep dalam
suatu jaringan proposisi. Untuk mengikuti perkembangan IPA yang sangat pesat,
belajar konsep IPA merupakan kegiatan yang paling sesuai bagi pembentukan
pengetahuan pada diri peserta didik (Dahar, 1989).
a.
Pendekatan
proses
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
memberikab kesempatan pada pserta didik untuk ikut menghayati proses penemuan
atau penyusunan suatu konsep sebagai keterampilan proses.
IPA mempunyai karakteristik sebagai produk dan proses yang
dikembangkan ilmuwan dengan keterampilan proses. Oleh karena itu, dalam
pembelajaran IPA harus menjelaskan konsep-konsep IPA dengan benar dan ditempuh
dengan pendekatan proses. Dalam pendekatan proses, pendekatan pembelajaran
didasarkan pada anggapan bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang akibat diterapkannya
suatu proses yang dikenal dengan metode ilmiah dengan menerapkan
keterampilan-keterampilan proses IPA, yaitu mulai dari menemukan masalah hingga
mengambil keputusan. Dalam perkembangannya, pendekatan ini dikenal dengan
pendekatan keterampilan proses.[4]
Pendekatan proses bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa
dalam keterampilan proses, seperti mangamati, berhepotesa, merencanakan,
menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan
dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut
keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar mengajar[5]
3.
Pendekatan
Deduktif dan Pendekatan Induktif
a.
Pendekatan
deduktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari
keadaan umum ke khusus sebagai pendekatan pembelajaran yang bermula dengan
menyajikan aturan, prinsip umum diikuti contoh-contoh khusus atau penerapan
aturan, prinsip umum itu ke dalam keadaan khusus (Sagala, 2005).
Pendekatan deduktif dalam proses pembelajaran IPA merupakan pembuktian
suatu teori yang telah ada. Pendekatan ini biasa dilaksanakan oleh peserta
didik dalam sebuah eksperimen yang bertujuan membuktikan kebenaran suatu teori.
b.
Pendekatan
induktif
Pendekatan pembelajaran induktif menyajikan sejumlah keadaan khusus
kemudian disimpulkan menjadi suatu fakta, prinsip, dan aturan.
Langkah-langkah
yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif (Sagala, 2005) antara lain:
1)
Memilih
konsep, prinsip, dan aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif.
2)
Menyajikan
contoh-contoh khusus konsep, prinsip, dan aturan yang memungkinkan peserta
didik memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh
itu.
3)
Menyajikan
bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyaangkal
perkiraan itu.
4)
Menusun
pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah
terdahulu.
Pada tingkat ini, menurut Syamsudin Makmun (2003), peserta didik
belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dalam
mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis,
sintesis, asosiasi, defensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta
didik dapat membuat kesimpulan (konklusi) tertentu yang mungkin selanjutnya
dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah,
dan sebagainya).
Proses pembelajaran IPA diharapkan menggunakan pendekatan induktif.
Pendekatan ini akan mampu meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, dan
eksperimen-eksperimen dalam IPA seharusnya menggunakan pendekatan ini karena akan
mam[u meningkatkan resistasnsi peserta didik dalam memahami konsep.[6]
4.
Pendekatan
Discovery-Inquiry
Penerapan pendekatan pembelajaran discovery-inquiry dalam
proses pembelajaran IPA dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas. Peran
guru dalam pendekatan ini adalah sebagai fasilitator yang membimbing peserta
didik menemukan suatu produk IPA.
Pendekatan discovery-inquiry sebenarnya merupakan satu
kesatuan yang saling melengkapi. Kemampuan yang ingin dioptimalkan dalam
pendekatan ini adalah proses mental, kemampuan berpikir kritis, kemampuan
berpikir deduktif dan induktif, kemampuan berkomunikasi, peningkatan motivasi,
dan peningkatan daya resitasi peserta didik. Pendekatan discovery-inquiry dalam
pembelajaran IPA memiliki beberapa karakteristik masing-masing.
5.
Pendekatan
Kontekstual
Pendekatan konstekstual (contextual teaching and learning/CTL)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong mereka
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Nurhadi
(2003), pembelajaran konstekatul adalah konsep belajar yang mendorong guru
untuk menghubungkan antara materi dan situasi dunia nyata peserta didik.
Dalam pendekatan ini, peserta didik diajak berpikir kritis dan
kreatif sehingga dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
fenomena-fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian mereka.
Pendekatan ini juga membantu peserta didik tumbuh dan berkembang dengan sikap
saling kerja sama, saling menghormati perbedaan untuk kreativitas, mampu
mengorganisasi diri untuk mencapai standar yang tinggi dan menggunakan
penilaian autentik.[7]
Dalam pembelajarannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh
berbagai faktor yang erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari
peserta didik (internal), dan dari luar dirinya atau dari lingkungan sekitarnya
(eksternal). Sehubungan dengan itu, Zahorik (1995) mengungkapkan lima elemen
yang harus diperhatikan dalam pemebajaran konstekstual, sebagai berikut:
1)
Pembelajaran
harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik.
2)
Pembelajaran
dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari
umum ke khusus)
3)
Pembelajaran
harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
4)
Pembelajaran
ditekankan pada upaya pada upaya mempraktikkan secara langsung apa-apa yang
dipelajari.
6.
Pendekatan
konstruktivisme
Menurut Bandura, 1991 dalam M.Nur, 2000 ada 5 aplikasi pendekatan
konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
1)
Proses
top-down: pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan
pada pembelajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti
bahwa peserta didik mulai dengan masalah-masalah yang kompleks, lengkap, gan
autintik untuk dipecahkan, dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan
bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan
konstruktivisme bekerja dimulai dengan masalah (sering muncul dari pesrta didik
sendiri). Selanjutnya, membantu peserta didik menemukan langkah-langkah
pemecahan masalah tersebut.
2)
Pembelajaran
kooperatif: pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menerapkan
pembelajaran kooperatif secara luas. Hal ini berdasarkan teori bahwa peserta
didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit dengan saling
mendiskusikan bersama temannya.
3)
Pembelajaran
generatif: asumsi sentral pendekatan konstruktivisme adalah belajar itu
ditemukan, meskipun ketika kita menyampaikan sesuatu kepada peserta didik,
mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi yang
diterimanya agar masuk ke dalam pemahaman mereka. Strategi pembelajaran
generatif mengajarkan peserta didik metode spesifik dalam melakukan kerja
mental menangani informasi baru. Peserta didik diajak untuk membuat pertanyaan,
ikhtisar, dan analogi yang telah mereka baca, serta mengucapkan dengan
kata-kata sendiri yang telah didengar. Pembelajaran ini lebih efektif jika
dikombinasi dengan pembelajaran kooperatif.
4)
Pembelajaran
penemuan: pembelajaran dengan penemuan merupakan komponen penting dalam
pendekatan konstruktivisme. Pembelajaran ini menekankan keterlibatan aktif
peserta didik untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui suatu
percobaan. Belajar dengan menemukan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu memacu
keingintahuan peserta didik, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya
hingga mereka menemukan jawabannya dan belajar memecahkan masalah secara
mandiri, serta mempunyai keterampilan berpikir kritis.
5)
Pembelajaran
dengan pengaturan diri (self regulated learning): salah satu kunci dari
teori belajar konstruktivisme adalah menganut visi atau wawasan peserta didik
ideal sebagai seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri
atau self regulated learner. Self regulated learner adalah seseorang yang memiliki pengetahuan
tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan
penegtahuan itu.[9]
7.
Pendekatan
Science, Environment, Tecnology, Society (SETS)
Yager (1992), menyatakan definisi STS (science, tecnology,
society) menurut NSTA (National Science Teacher Association) dalam
jurnal Science International sebagai
belajar dan mengajar mengenai IPA dan teknologi dalam konteks penagalaman
manusia. Sebelas ciri-ciri yang dianjurkan NSTA dalam memberikan pendekatan STS
dalam mengajar, yaitu:
1)
Peserta
didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya dan dampaknya.
2)
Menggunakan
sumber-sumber setempatnya (narasumber dan bahan-bahan) untuk memperoleh
informasi yang dapat digunakan dalam
pemecahan masalah.
3)
Keterlibatan
peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk
memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya.
4)
Perluasan
untuk terjadinya belajar melebihi periode, kelas, dan sekolah.
5)
Memuaskan
pada pengaruh IPA dan teknologi kepada individu peserta didik.
6)
Pandangan
mengenai IPA sebagai content lebih
dari sekedar yang hanya berisi konsep-konsep dan untuk menyelesaikan ujian.
7)
Penekanan
keterampilan proses IPA agar dapat
digunakan oleh peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya.
8)
Penekanan
kepada kesadaran mengenai karier (career), khususnya karier yang
berhubungan dengan IPA dan teknologi.
9)
Memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk berperan dalam masyarakat sebagai usaha
untuk memecahkan kembali masalah-masalah yang diidentifikasikanya.
10)
Menentukan
proses IPA dan teknologi dalam memengaruhi masa depan.
11)
Sebagai
perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar (sebagai masalah
individu).
Seiring dengan perkembangan pembelajaran sains. STS dilengkapi
dengan kata envorenment atau
lingkungan. Perkembangan pendekatan STS (science, tecnology, society) menjadi SETS (sciene,
environment, tecnology, society) dipengaruhi oleh perhatian manusia
terhadap lingkungan yang ada di bumi yang sudah banyak mengalami perubahan,
yang cenderung ke arah kerusakan lingkungan akibat teknologi yang dikembangkan
oleh manusia.
Pendekatan
SETS dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan dengan mengajak peserta didik
mengaitkan konsep IPA dengan unsur-unsur dalam SETS. Pendekatan ini akan
mengarahkan peserta didik belajar bermakna (meaningfull learning), seperti
tercantum dalam kompetensi yang harus dicapai dalam kurikulum 2013.[10]
C. Jenis-jenis Metode Pembelajaran IPA
1. Metode
Ceramah
Metode
ceramah dalam proses pembelajaran IPA merupakan metode yang sampai saat ini
sering digunakan oleh guru IPA. Metode ceramah merupakan metode yang dianggap
banyak orang merupakan metode yang praktis, tidak memerlukan banyak waktu,
biaya dan persiapan.
Metode
ceramah mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan metode ini adalah :
1) Metode
ceramah sangat baik untuk materi yang belum tersedia dalam bentuk hard copy
sehingga dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan
buku-buku ajar.
2) Guru
mampu mengontrol materi yang akan diberikan.
3) Guru
dapat merencanakan waktu penyampaian materi sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan dalm kurikulum.
4) Guru
dapat menyampaikan materi dalam waktu singkat.
5) Dapat
digunakan dalam kelas besar.
6) Metode
ceramah dapat digunakan dengan baik untuk tingkat kognisi atau afeksi rendah.
7) Metode
ceramah lebih praktis, ekonomis, dan efisien.
Kekurangan
pembelajaran dengan metode ceramah adalah :
1) Metode
ceramah memaksa peserta didik untuk menjaga kosentrasinya dengan menggunakan
indra telinga yang terbatas.
2) Metode
ceramah membuat peserta didik terganggu oleh hal-hal visual.
3) Metode
ceramah membuat peserta didik sulit menentukan gagasan guru yang bersifat
analisis, sintesis, kritis dan evaluatif.
4) Metode
ceramah membuat peserta didik cenderung diperlakukan sama rata oleh guru.
5) Metode
ceramah membuat guru cenderung bersifat otoriter.
6) Metode
ceramah membuat kelas monoton.
7) Metode
ceramah membuat kelas doktiner.
8) Metode
ceramah yang disampaikan oleh guru yang tidak pandai bertutur kata akan membuat
kelas menjadi membosankan.
Metode
ceramah yang dipersiapkan harus sebaik mungkin agar mampu menciptakan proses
pembelajaran IPA yang menarik. Cara yang dapat digunakan oleh guru IPA dalam
melaksanakan metode ceramah yang baik adalah :
1) Proses
perencanaan dengan metode ceramah, guru IPA harus dapat merumuskan tujuan dalam
proses pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui media dan sumber belajar
yang akan digunakan.
2) Proses
pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode ceramah, guru IPA harus mempu
bertutur kata yang dapat menarik perhatian peserta didik, berbahasa yang
komunikatif dan mudah dicerna, menjaga penampilan yang sesuai, menanggapi
respons, mengoptimalkan teknik bertanya dengan peserta didik.
3) Kegiatan
penutup dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah sebaiknya guru
memberikan suatu penguatan atau reinforcement tentang arti penting
materi yang telah disampaikan untuk kehidupan peserta didik.
2. Metode
Diskusi-Presentasi
Metode
Diskusi-Presentasi merupakan cara pencapaian tujuan pembelajaran IPA dengan
komunikasi interaktif dalam menyampaikan ide atau pendapat dalam suatu forum
ilmiah untuk membahas suatu permasalahan IPA. Metode diskusi mempersyaratkan
adanya :
1) Masalah
yang akan dibahas
2) Kumpulan
beberapa peserta didik atau kelompok (group discussion)
3) Pemadu
diskusi
Dalam
suatu diskusi merupakan masalah yang kontroversional, masalah yang berhubungan
dengan fenomena yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari,
masalah yang membutuhkan solusi pemecahannya (problem solving).
Masalah-masalah yang dapat diajukan dalam proses pembelajaran IPA tematik
integratif merupakan penghubung (bridging) antara teori yang dipelajari
dengan aplikasi secara kontekstual.
Kumpulan
beberapa peserta didik dalam bentuk kelompok diskusi (group discussion)
merupakan elemen pokok melaksanakan diskusi. Belajar bersama dalam bentuk
kelompok akan dapat meningkatkan resitasi bersama (socialized recitation).
Peningkatan resitasi bersama dalam mempelajari IPA akan lebih optimal dengan
menggunakkan metode diskusi.
Pemadu
diskusi merupakan pemimpin atau leader yang mengatur jalannya diskusi.
Pemadu diskusi ini diperlukan untuk menjaga jalannya diskusi sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan. Diskusi yang tidak menggunakkan pemadu diskusi akan
menyebar atau meluas dan tidak mengarah pada fokus masalah yang dipecahkan.
Metode
diskusi-presentasi diaplikasikan dalam proses pembelajaran IPA untuk :
1) Mendorong
peserta didik berpikir kritis
2) Mendorong
peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas
3) Mendorong
peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama
4) Mengambil
satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan
masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan
metode diskusi-presentasi :
1) Menyadarkan
peserta didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
2) Menyadarkan
peserta didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat
secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik
3) Membiasakan
peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan
pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi
4) Menanamkan
karakter kooperatif atau mau bekerja sama dengan orang lain
Kelemahan
metode ini :
1) Metode
ini tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar atau kelas dengan jumlah yang
besar
2) Peserta
diskusi mendapat informasi terbatas
3) Dapat
dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara/agresif sehingga peserta didik
yang cenderung diam/nonassertive mempunyai kesempatan terbatas dalam
menyampaikan ide/gagasan.
Pelaksanaan
metode diskusi ini dapat didahului dengan suatu presentasi peserta didik dalam
menyampaikan ide atau gagasan. Penyampaian ide atau gagasan tersebut mampu
mengoptimalkan keterampilan mereka dalam komunikasi di depan umum yang akan
meningkatkan karakter dan percaya diri mereka.
3. Metode
Demonstrasi
Metode
demonstrasi merupakan cara pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan dengan
menggunakan media atau alat peraga yang sesuai materi yang disajikan. Menurut
Cole & Chan (1998), a demonstration was defined as a physical display of
object or event. Metode domonstrasi berhubungan dengan tiga komponen.
Pertama, materi pembelajaran yang meliputi, fakta, hukum, teori, generalisasi,
aturan, dan prinsip. Kedua, contoh yang digunakkan untuk mengilustrasikan
materi pembelajaran. Ketiga, kerangka yang digunakan oleh guru dalam
mengintegrasikan materi pembelajaran dengan contoh-contoh yang relevan (Cole
& Chan, 1998).
Manfaat
dari metode demonstrasi dalam proses pembelajaran IPA adalah :
1) Peserta
didik akan dapat memusatkan perhatian pada objek IPA yang didemonstrasikan
2) Proses
pembelajaran IPA akan lebih terarah pada materi yang dipelajari
3) Pengalaman
dan kesan akibat dari demonstrasi yang dilakukan akan lebih melekat pada
peserta didik
4) Proses
belajar peserta didik lebih terarah pada materi IPA yang sedang dipelajari
Kelebihan
metode ini :
1) Membantu
peserta didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau sistem kerja.
2) memudahkan
dalam memberikan berbagai jenis penjelasan tentang konsep IPA
3) Kesalahan-kesalahan
yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaikinmelalui pengamatan dan contoh
konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.
Kelemahan
metode ini :
1) Peserta
didik terkadang sukar melihat demonstrasi dengan jelas jika dilaksanakan dalam
kelas yang besar
2) Tidak
semua benda dapat didemonstrasikan
3) Sukar
dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi.
4. Metode
Simulasi dan Role Playing
Metode
Simulasi atau role playing merupakan suatu cara yang ditempuh dalam
mempelajari IPA dengan mengabstrasikan kenyataan yang ada dalam bentuk
pemeranan atau menghadirkan hal nyata dalam bentuk peran. Menurut Greenblat
(1982) dalam Suparno (2007), simulasi adalah model dinamika yang menggambarkan
atau mengungkapkan sistem fisik (nonmanusia) atau sosial (manusia) yang
diabstrasikan dari kenyataan dan disederhanakan untuk proses belajar. Metode
simulasi atau role playing merupakan metode belajar yang menyenangkan (joyfull
learning). Metode ini mampu membuat pembelajaran IPA yang cenderung sulit
menjadi menyenangkan sehingga peserta didik termotivasi dalam belajar IPA.
Motivasi yang diciptakan dari metode ini adalah motivasi ekstrinsik.
Menurut
Suparno (2007), sebagai metode pembelajaran, simulasi termasuk yang sesuai
dengan teori konstruktivisme. Metode simulasi merangsang peserta didik untuk
menemukan dan menyusun sendiri suatu konsep IPA yang dipengaruhi oleh
pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Beberapa
langkah yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode simulasi baik
memerankan manusia maupun nonmanusia (Kindsvatter,dkk., 1996 dalam Suparno,
2007)
1) Orientasi,
guru dan peserta didik mendiskusikan arti penting simulasi, menjelaskan tujuan
yang ingin dicapai dari simulasi, dan persoalan yang ingin dipecahkan dalam
simulasi.
2) Persiapan
peserta, guru dan peserta didik bersama-sama mempersiapkan skenario dan
persoalan yang akan digunakan dalam simulasi, menentukan prosedur yang
dilaksanakan peserta didik, memilih peserta didik yang akan memerankan,
mengatur tata letak tempat, dan menentukan pengarah.
3) Perjalanan
simulasi, peserta didik diberikan kebebasan dalam melaksanakan simulasi dan
guru berperan memfasilitasi agar simulasi berjalan lancar.
4) Diskusi,
pada akhir proses pembelajaran sebaiknya
guru dan peserta didik bersama-sama mendiskusikan tentang simulasi yang telah
dilaksanakan.
Metode
simulasi adalah metode yang menyenangkan dalam melaksanakan proses pembelajaran
IPA. Hal yang perlu dalam melaksanakan metode ini adalah seorang guru harus
dapat melakukan refleksi terhadap keseluruhan simulasi yang dilaksanakan oleh
peserta didik dengan membuat kesimpulan dan pemaknaan.
Metode
simulasi bermanfaat untuk meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar
IPA, proses pembelajaran menjadi menyenangkan (joyfull learning). Metode
simulasi adalah metode yang tepat dalam melaksanakan kurikulum 2013 yang
cenderung konstruktif.
Metode
simulasi dapat digunakan dalam mendeskripsikan gerak bumi dan bulan terhadap
matahari, serta menjelaskan perubahan sian dan malam, peristiwa gerhana bulan
dan gerhana matahari dan perubahan musim serta dampaknya bagi kehidupan di
bumi. Langkah simulasinya sebagai berikut :
1) Orientasi,
guru dan peserta didik bersama-sama menentukan tujuan simulasi, menentukan
masalah yang akan dibahas atau dipecahakan, membagi beberapa kelompok dalam
mempersiapkan naskah skenario.
2) Persiapan
peserta : tahap ini dilakukan dengan menentukan siapa yang berperan sebagai
bumi, matahari, bulan, penduduk bumi, pengarah skenario, dan lainnya. Kelompok
berfungsi untuk melibatkan semua peserta didik dalam menyusun skenario
berdasarkan teori yang ada. Simulasi dapat dilakukan dengan semua kelompok maju
dan dapat juga dilakukan dengan perwakilan kelompok. Jika menggunakan
perwakilan kelompok maka teknisinya adalah kelompok yang berperan sebagai bulan
memilih salah satu anggotanya untuk menjadi bulan dan kelompok tersebut
bersama-sama menyusun skenario sebagai bulan dengan mempelajari dengan
sungguh-sungguh sifat bulan. Kelompok juga bertanggungjawab terhadap setting
latar, tempat, dan properti atau perlengkapan yang harus dipersiapkan.
3) Perjalanan
simulasi : guru memfasilitasi jalannya simulasi dan memberi kebebasan peserta
didik memerankan bulan, matahari, bimu, dan penduduk bumi sesuai skenario.
Dalam tahap ini, peserta didik yang tidak maju meyimulasikan dapat diberikan worksheet
untuk menilai dan memberikan saran pada peserta didik yang tampil.
4) Diskusi
: tahap ini merupakan tahap paling penting dalam proses pembelajaran dengan
menggunakan metode simulasi atau role playing. Dalam tahap ini, guru
harus memberikan refleksi, kesimpulan, dan pemaknaan pada apa yang telah
disimulasikan, yaitu gerakan matahari, bumi dan bulan yang menyebabkan
perubahan sian dan malam. Gerakkan matahari, bumi, dan bulan yang menyebabkan
gerhana matahari dan gerhana bulan. Posisi matahari dan bulan yang selalu berubah-ubah
mengakibatkan perubahan musim dan peserta didik mampu melihat gejala yang
ditimbulkan akibat perubahan musim.
5.
Metode
Simulasi Dengan Virtual Laboratory (Virtual Labs)
Metode simulasi dengan menggunakan virtual laboratory merupakan
salah satu metode yang efektif dalam mengaplikasikan kurikulum 2013 dalam
proses pembelajaran IPA SD maupun SMSP. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan
peserta didik sekarang yang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan komputer,
misalnya permainan-permainan dan membuat peserta didik malas membaca buku teks
atau buku lainnya. Langkah yang dapat diambil guru dalam mengatasi hal tersebut
adalah melakukan proses pembelajaran berbasis multimedia dengan menggunakan virtual
laboratory. [11]
Virtual
laboratory merupakan proses pembelajaran yang
menggunakan simulasi komputer. Simulasi komputer dalam proses pebelajaran IPA
merupakan simulasi eksperimen-eksperimen IPA yang dapat diakses peserta didik
dengan bantuan jaringan internet. Selain menggunakan jaringan internet, [roses
pembelejaran IPA dengan virtual laboratory dapat juga dengan menggunakan
CD-Rom yang telah berisi aplikasi Macromedia Flash. Penggunaan metode
pembelajaran ini memerlukan media komputer yang mendukung, yaitu komputer sudah
terinstal Flash Player dan Java Run Time Environment.
Metode ini
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah ekonomis bahan
dan alat praktikum, praktis digunakan peserta didik baik dalam proses pembelajaran
dikelas maupun belajar mandiri, meningkatkan pemahaman karena dapat diulang
jika belum paham, efektif waktu dalam melaksanakan eksperimen, dan aman
dilaksanakan karena Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) minimal. Kekurangan
penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran IPA adalah peserta didik tidak
dapat secara langsung melakukan praktikum di laboratorium sehingga kurang
mengenal alat dan bahan yang digunakan, metode ini kurang memberikan pengalaman
nyata pada peserta didik dan tidak semua komputer dapat digunakan.
6.
Metode
Eksperimen.
Metode
eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah (scientific
method) dalam mempelajari IPA serta ketrampilan proses IPA. Hal ini
disebabkan, IPA diperoleh melalui suatu metode ilmiah. Pengetahuan IPA
ditemukan dari bahasan “mengapa dan bagaimana” fenomena-fenomena yang terjadi
dialam, penemuan ini dikembangkan oleh ilmuawan sejak dahulu kala secara
coba-coba. Penemuan IPA oleh ilmuwan terdahulu mengikuti paradigma atau
pengembangan pola pikir dengan cara mengombinasikan pengetahuan, percobaan,
perumusan hukum, hipotesis, dan teori dalam kerangka metode ilmiah (scientific
method).
Pelaksanaan
metode eksperimen dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan di laboratorium
maupun di alam sekitar. Pelaksanaan metode eksperimen di laboratorium akan
efektif jika:
1.
Peralatan
laboratorium yang digunakan cukup untuk semua peserta didik.
2.
Bahan-bahan
yang akan digunakan harus cukup untuk semua peserta didik.
3.
Peserta
didik sudah memahami Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
4.
Alat
dan bahan yang digunakan bagus kualitasnya.
Selain
eksperimen di laboratorium, peserta didik dapat melaksanan eksperimen di alam
sekitar, misalnya di lingkungan sekolah, rumah, pantai, gunung, dan lain-lain.
Eksperimen di luar laboratorium umumnya dilaksanakan dalam mempelajari bidang
kajian makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, materi dan
sifatnya, serta bumi dan alam semesta. Pelaksanaan metode eksperimen di alam
sekitar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1.
Menentukan
tujuan pembelajaran IPA yang akan dicapai.
2.
Menentukan
tempat untuk melaksanakan eksperimen.
3.
Menyediakan
alat dan bahan yang digunakan untuk eksperimen.
4.
Menetukan
waktu eksperimen, sebaiknya dilaksanakan di luar jam pelajaran.
Metode
eksperimen bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dalam
menemukan dan memahami suatu konsep atau teori IPA yang sedang dipelajri.
Kemampuan berpikir peserta didik dimulai dengan adanya pertanyaan apa, mengapa,
kapan, dimana, dan bagaimana suatu fenomena alam terjadi. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut akan mendorong peserta didik untuk mencari jawabannya, misalnya
pertanyaan “Apa yang terjadi jika klip dimasukkan ke gelas yang berisi air dan
sebuah magnet batang diletakkan dekat gelas?”, “Mengapa air dapat berubah fase
menjadi uap air dan es?”, dan “Bagaimana dengan tetes air yang berbentuk
bulat?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memicu peserta didik untuk
berpikir dan mencari tahu untun menjawab dan memecahkan permasalahan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat diberikan oleh guru sebagai stimulus untuk melaksanakan
eksperimen, tetapi juga dapat berasal dari peserta didik akibat melihat
fenomena yang mereka jumpai.
Pelaksaan
proses pembelajaran IPA berdasarkan kurikulum 2013 mengoptimalkan penggunaan
metode eksperimen. Metode ekdperimen yang digunakan dalam kurikulum 2013
merupakan metode discovery dengan pola dasar melakukan pengamatan,
menginferensi, dan mengomunikasikan/ menyajikan. Pola dasar akan dikembangakan
lebih lanjut menjadi pengumpulan data atau pengamatan lanjutan, menganalisis
data, dan menarik kesimpulan.[12]
BAB III
KESIMPULAN
Pendekatan
Pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang suatu pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran IPA merupakan landasan filosofi yang melatar belakangi
proses pembelajaran IPA. Landasan filosofi ini berdasarkan epistemologi,
ontologi, dan aksiologi pembelajaran IPA. IPA yang dibahas disini adalah natural
science, bukan social science.
Jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran IPA di MI/SD adalah pendekatan pembelajaran berdasarkan
teacher centered approach dan student centered approach, pendekatan
konsep dan pendekatan proses, pendekatan deduktif dan pendekatan induktif, pendekatan
discovery-inquiry, pendekatan kontekstual, pendekatan konstruktivisme,
pendekatan science, environment, tecnology, society (SETS).
Jenis-jenis metode dalam pembelajaran IPA di MI/SD adalah metode
ceramah, metode diskusi-presentasi, metode demonstrasi, metode
simulasi dan role playing, metode
Simulasi dengan virtual laboratory (Virtual Labs), metode eksperimen.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Sapriati, d. (2011). Pembelajaran
IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mustakim, Z. (2010). Strategi & Metode
Pembelajaran. Pekalongan: STAIN PRESS.
Sulistyaowati, A. W. (2014). Metodologi
Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
[1] Amalia
Sapriati, dkk. Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka,
2011), hlm.2.3-2.4
[2] Asih Widi
Wisudawati & Eka Sulistyaowati, Metodologi Pembelajaran IPA,(Jakarta:Bumi
Aksara,2014).hlm:106-107
[3] Ibid,hlm:109-110
[4] Ibid, hlm:112
[5] Zaenal
Mustakim, Strategi & Metode Pembelajaran, (Pekalongan:STAIN
PRESS,2010), hlm:83
[6] Asih Widi
Wisudawati & Eka Sulistyaowati,Op.Cit.hlm:117-118
[7] Ibid, hlm:119-122
[8] Zaenal
Mustakim, Op.Cit,hlm:78-79
[9] Asih Widi
Wisudawati & Eka Sulistyaowati, Metodologi Pembelajaran IPA,(Jakarta:Bumi
Aksara,2014).hlm:131-132
[10] Ibid, hlm:134-135
[11] Ibid
hal 152-153
[12] Ibid, hlm:155-157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar