Kamis, 10 November 2016

Pendekatan Pembelajaran IPA



DAFTAR ISI

BAB I. 2
PENDAHULUAN.. 2
A.     Latar Belakang. 2
B.     Rumusan Masalah. 2
C.     Tujuan Penulisan. 3
BAB II. 4
PEMBAHASAN.. 4
A.     Pengertian Pendekatan Pembelajaran IPA.. 4
B.     Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran IPA.. 6
C.     Jenis-jenis Metode Pembelajaran IPA.. 14
BAB III. 24
KESIMPULAN.. 24
DAFTAR PUSTAKA.. 25

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dapat dipandang sebagai produk dan sebagai proses. Secara definisi, IPA sebagai produk adalah haisl temuan-temuan para ahli saintis, berupa fakta, konsep, prinsip, dan teori-teori. Sedangkan IPA sebagai proses adalah strategi atau cara yang dilakukan para ahli saintis dalam menemukan berbagai hal tersebut sebagai implikasi adannya temuan-temuan tentang kejadian-kejadian alam.
Pembelajaran IPA di MI / SD sangat penting adannya untuk menambah sebuah pengalaman dan pengetahuan, dalam hal ini mata pelajaran IPA sebagai proses pembelajaran yang menekankan pada emberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajah dan memahami alam sekitar secara alamiah.
Upaya untuk memperoleh hasil yang baik dalam suatu proses pembelajaran, perlu diambil berbagai upaya dan kegiatan untuk mencapainya. Upaya tersebut dengan menggunakan pendekatan serta metode tertentu, dimana pemilihan dalam penggunaan pendekatan yang tepat pada bidang studi yang diajarkan merupakan komponen dari strategi pembelajaran.
Dengan menggunakan pendekatan serta metode yang sesuai dalam pembelajaran IPA di MI/SD, tujuan pembelajaran yang diinginkan akan tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan pada umumnya.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana pengertian dari Pendekatan Pembelajaran IPA ?
2.      Jelaskan jenis-jenis dari Pendekatan Pembelajaran IPA !
3.      Jelaskan jenis-jenis metode dalam Pembelajaran IPA !

C.    Tujuan Penulisan

1.      Untuk mengetahui pengertian pendekatan dalam pembelajaran IPA
2.      Untuk mnegetahui jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran IPA
3.      Untuk mengetahui jenis-jenis metode dalam pembelajaran IPA


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Pembelajaran IPA

Pendekatan Pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang suatu pembelajaran. Pendekatan pembelajaran IPA merupakan landasan filosofi yang melatar belakangi proses pembelajaran IPA. Landasan filosofi ini berdasarkan epistemologi, ontologi, dan aksiologi pembelajaran IPA. IPA yang dibahas disini adalah natural science, bukan social science.
Natural Science secara harfiah merupakan ilmu yang mempelajari alam dari peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan alam. Tujuan yang akan dicapai setelah seorang peserta didik belajar IPA adalah mampu mempelajari diri sendiri dan fenomena alam. Pencapaian tujuan belajar IPA tersebut dalam proses pembelajaran yang dimulai dari penentuan pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan.
Menurut Raka Joni (1993), pendekatan adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian. Pendekatan merupakan garis besar dari rencana pembelajaran. Peranan pendekatan pembelajaran adalah menyesuaikan antara tujuan pembelajaran, siswa, latar belakang, sosial dan budaya, sumber dan daya dukung yang tercangkup dalam unsur input, output, produk dan outcomes. Pendidikan dengan bahan kajian yang akan disajikan, sehingga pembelajaran menjadi menarik, menyenangkan, menumbuhkan rasa ingin tahu. Tujuan menggunakan pendekatan adalah menggiring cara pandang atau persepsi dan proses pengkajian terhadap materi pembelajaran dengan suatu terminologi sehingga akan diperoleh suatu pemahaman dan pembentukan perilaku siswa yang diharapkan.[1]
Penentuan pendekatan pembelajaran IPA berdasarkan pada :
1.      Tujuan yang akan dicapai
Pendekatan pembelajaran harus memperhatikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh peserta didik. Tujuan pembelajaran IPA dirumuskan dalam bentuk Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK). Indikator Pencapaian Kompetensi (IPK) berdasarkan pada kompetensi inti dan kompetensi dasar yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
2.      Karakteristik materi IPA
Materi IPA memiliki dimensi pengetahuan faktual, prosedural, konseptual, dan metakognitif.
3.      Karakteristik peserta didik
Setiap peserta didik mempunyai karakter belajar tersendiri, ada yang auditori, visual, dan kinestetik. Dari berbagai karakter peserta didik tersebut harus dapat menjadi acuan dalam memilih pendekatan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran harus mampu membelajarkan peserta didik sebagai seorang individu meskipun proses pembelajarannya dilaksanakan secara kelompok.
4.      Pengalaman belajar
Penentuan pendekatan sebaiknya memperhatikan pengalaman belajar yang akan dilaksanakan oleh peserta didik dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. Pengalaman belajar siswa dapat berupa aktivitas yang dilakukannya. Pendekatan yang sesuai dengan pengalaman belajar peserta didik adalah pendekatan inkuiri.
5.      Kecakapan hidup (life skill)
Pendekatan pembelajaran yang akan dipilih oleh seorang guru harus dapat mengoptimalkan kecakapan hidup (life skill) peserta didik. Proses pembelajaran yang di dalamnya terintegrasi dan terkoneksi kecakapan hidup harapannya akan mampu membekali seorang peserta didik untuk survive dalam kehidupannya karena akan mampu memecahkan masalah-masalah yang mereka jumpai.
6.      Karakteristik yang diharapkan muncul
Atribut karakter yang diharapkan muncul dalam diri seorang peserta didik adalah nilai. Nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia perlu sejak dini ditanamkan dalam diri peserta didik. Hal ini ditujukan untuk mengembangkan potensi peserta didik yang berperilaku baik, mencerminkan karakter dan budaya bangsa.[2]

B.     Jenis-Jenis Pendekatan Pembelajaran IPA

1.    Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Teacher Centered Approach dan Student Centered Approach
a.       Pendekatan pembelajaran teacher centered approach/pendekatan ekspositori
Dalam pendekatan ini, guru berperan lebih aktif dibandingkan peserta didiknya karena guru mengelola dan mempersiapkan bahan ajar secara tuntas. Pendekatan ini biasa disebut juga mengajar secara konvensional, seperti metode ceramah dan demonstrasi. Akan tetapi, jika dikelola dengan baik, pendekatan ini akan memberikan suatu proses belajar bermakna pada peserta didik. Dalam proses pembelajarannya guru mempersiapkan bahan dengan rapi, sistematika, dan lengkap sehingga peserta didik cukup menyimak dan mencernanya secara teratur.
b.      Pendekatan pembelajaran student centered approach/heuristik
Pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach) merupakan pendekatan pembelajaran aktif dimana guru berperan sebagai fasilitator, motivator, katalisator, dan pengentrol konsep. Pada pendekatan ini, peserta didik diposisikan sebagai pusat perhataian utama.
Pendekatan heuristik merupakan pembelajaran aktif yang menitik beratkan pada kretifitas peserta didik. Kreatifitas guru juga dituntut dalam melaksanakan pendekatan ini, karena guru dituntut kreatif dalam menciptakan strategi pembelajaran yang tepat untuk merangsang kreatifitas peserta didik dalam proses pemahaman konsep melalui pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh guru disesuaikan dengan materi yang diajarkan sehingga tercipta lingkungan belajar yang aktif.[3]
2.      Pendekatan Konsep dan Pendekatan Proses
a.       Pendekatan konsep
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pembelajaran yang secara langsung menyajikan konsep tanpa memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh (Sagala, 2005).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam merencanakan pembelajaran dengan pendekatan konsep (Dahar, 2003).
1)        Konsep-konsep yang diajarkan harus dinyatakan secara tegas dan lengkap.
2)        Prasyarat atau konsep-konsep yang telah diketahui dan diperlakukan dapat digunakan dalam proses pembelajaran
3)        Urutan memadai sesuai dengan konsep yang akan dipelajari maupun konsep yang telah ada.
       IPA tumbuh dan berkembang berdasarkan eksperimen-eksperimen. Sebagai ilmu yang tumbuh secara eksperimental, IPA mengandung baik ilmu pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Seperti halnya pengetahuan deklaratif, IPA disusun oleh konsep-konsep dalam suatu jaringan proposisi. Untuk mengikuti perkembangan IPA yang sangat pesat, belajar konsep IPA merupakan kegiatan yang paling sesuai bagi pembentukan pengetahuan pada diri peserta didik (Dahar, 1989).
a.    Pendekatan proses
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikab kesempatan pada pserta didik untuk ikut menghayati proses penemuan atau penyusunan suatu konsep sebagai keterampilan proses.
IPA mempunyai karakteristik sebagai produk dan proses yang dikembangkan ilmuwan dengan keterampilan proses. Oleh karena itu, dalam pembelajaran IPA harus menjelaskan konsep-konsep IPA dengan benar dan ditempuh dengan pendekatan proses. Dalam pendekatan proses, pendekatan pembelajaran didasarkan pada anggapan bahwa IPA itu terbentuk dan berkembang akibat diterapkannya suatu proses yang dikenal dengan metode ilmiah dengan menerapkan keterampilan-keterampilan proses IPA, yaitu mulai dari menemukan masalah hingga mengambil keputusan. Dalam perkembangannya, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan keterampilan proses.[4]
Pendekatan proses bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses, seperti mangamati, berhepotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar mengajar[5]
3.      Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Induktif
a.       Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke khusus sebagai pendekatan pembelajaran yang bermula dengan menyajikan aturan, prinsip umum diikuti contoh-contoh khusus atau penerapan aturan, prinsip umum itu ke dalam keadaan khusus (Sagala, 2005).
Pendekatan deduktif dalam proses pembelajaran IPA merupakan pembuktian suatu teori yang telah ada. Pendekatan ini biasa dilaksanakan oleh peserta didik dalam sebuah eksperimen yang bertujuan membuktikan kebenaran suatu teori.
b.      Pendekatan induktif
Pendekatan pembelajaran induktif menyajikan sejumlah keadaan khusus kemudian disimpulkan menjadi suatu fakta, prinsip, dan aturan.
Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pendekatan induktif (Sagala, 2005) antara lain:
1)   Memilih konsep, prinsip, dan aturan yang akan disajikan dengan pendekatan induktif.
2)   Menyajikan contoh-contoh khusus konsep, prinsip, dan aturan yang memungkinkan peserta didik memperkirakan (hipotesis) sifat umum yang terkandung dalam contoh-contoh itu.
3)   Menyajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyaangkal perkiraan itu.
4)   Menusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah terdahulu.
Pada tingkat ini, menurut Syamsudin Makmun (2003), peserta didik belajar mengadakan kombinasi dari berbagai konsep atau pengertian dalam mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (induktif, deduktif, analisis, sintesis, asosiasi, defensiasi, komparasi, dan kausalitas) sehingga peserta didik dapat membuat kesimpulan (konklusi) tertentu yang mungkin selanjutnya dapat dipandang sebagai “rule” (prinsip, dalil, aturan, hukum, kaidah, dan sebagainya).
Proses pembelajaran IPA diharapkan menggunakan pendekatan induktif. Pendekatan ini akan mampu meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik, dan eksperimen-eksperimen dalam IPA seharusnya menggunakan pendekatan ini karena akan mam[u meningkatkan resistasnsi peserta didik dalam memahami konsep.[6]
4.      Pendekatan Discovery-Inquiry
Penerapan pendekatan pembelajaran discovery-inquiry dalam proses pembelajaran IPA dapat dilaksanakan di dalam dan di luar kelas. Peran guru dalam pendekatan ini adalah sebagai fasilitator yang membimbing peserta didik menemukan suatu produk IPA.
Pendekatan discovery-inquiry sebenarnya merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi. Kemampuan yang ingin dioptimalkan dalam pendekatan ini adalah proses mental, kemampuan berpikir kritis, kemampuan berpikir deduktif dan induktif, kemampuan berkomunikasi, peningkatan motivasi, dan peningkatan daya resitasi peserta didik. Pendekatan discovery-inquiry dalam pembelajaran IPA memiliki beberapa karakteristik masing-masing.
5.      Pendekatan Kontekstual
Pendekatan konstekstual (contextual teaching and learning/CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong mereka untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Menurut Nurhadi (2003), pembelajaran konstekatul adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi dan situasi dunia nyata peserta didik.
Dalam pendekatan ini, peserta didik diajak berpikir kritis dan kreatif sehingga dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan fenomena-fenomena yang terjadi dalam konteks kehidupan keseharian mereka. Pendekatan ini juga membantu peserta didik tumbuh dan berkembang dengan sikap saling kerja sama, saling menghormati perbedaan untuk kreativitas, mampu mengorganisasi diri untuk mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian autentik.[7]
Dalam pembelajarannya, pembelajaran kontekstual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang erat kaitannya. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari peserta didik (internal), dan dari luar dirinya atau dari lingkungan sekitarnya (eksternal). Sehubungan dengan itu, Zahorik (1995) mengungkapkan lima elemen yang harus diperhatikan dalam pemebajaran konstekstual, sebagai berikut:
1)        Pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik.
2)        Pembelajaran dimulai dari keseluruhan (global) menuju bagian-bagiannya secara khusus (dari umum ke khusus)
3)        Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara:
4)        Pembelajaran ditekankan pada upaya pada upaya mempraktikkan secara langsung apa-apa yang dipelajari.
5)        Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.[8]
6.      Pendekatan konstruktivisme
Menurut Bandura, 1991 dalam M.Nur, 2000 ada 5 aplikasi pendekatan konstruktivisme, yaitu sebagai berikut:
1)   Proses top-down: pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran lebih menekankan pada pembelajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti bahwa peserta didik mulai dengan masalah-masalah yang kompleks, lengkap, gan autintik untuk dipecahkan, dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan konstruktivisme bekerja dimulai dengan masalah (sering muncul dari pesrta didik sendiri). Selanjutnya, membantu peserta didik menemukan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut.
2)   Pembelajaran kooperatif: pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas. Hal ini berdasarkan teori bahwa peserta didik lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit dengan saling mendiskusikan bersama temannya.
3)   Pembelajaran generatif: asumsi sentral pendekatan konstruktivisme adalah belajar itu ditemukan, meskipun ketika kita menyampaikan sesuatu kepada peserta didik, mereka harus melakukan operasi mental atau kerja otak atas informasi yang diterimanya agar masuk ke dalam pemahaman mereka. Strategi pembelajaran generatif mengajarkan peserta didik metode spesifik dalam melakukan kerja mental menangani informasi baru. Peserta didik diajak untuk membuat pertanyaan, ikhtisar, dan analogi yang telah mereka baca, serta mengucapkan dengan kata-kata sendiri yang telah didengar. Pembelajaran ini lebih efektif jika dikombinasi dengan pembelajaran kooperatif.
4)   Pembelajaran penemuan: pembelajaran dengan penemuan merupakan komponen penting dalam pendekatan konstruktivisme. Pembelajaran ini menekankan keterlibatan aktif peserta didik untuk menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui suatu percobaan. Belajar dengan menemukan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu memacu keingintahuan peserta didik, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya dan belajar memecahkan masalah secara mandiri, serta mempunyai keterampilan berpikir kritis.
5)   Pembelajaran dengan pengaturan diri (self regulated learning): salah satu kunci dari teori belajar konstruktivisme adalah menganut visi atau wawasan peserta didik ideal sebagai seorang pelajar yang memiliki kemampuan mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner. Self regulated learner  adalah seseorang yang memiliki pengetahuan tentang strategi belajar efektif dan bagaimana serta kapan menggunakan penegtahuan itu.[9]
7.      Pendekatan Science, Environment, Tecnology, Society (SETS)
Yager (1992), menyatakan definisi STS (science, tecnology, society) menurut NSTA (National Science Teacher Association) dalam jurnal  Science International sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA dan teknologi dalam konteks penagalaman manusia. Sebelas ciri-ciri yang dianjurkan NSTA dalam memberikan pendekatan STS dalam mengajar, yaitu:
1)   Peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya dan dampaknya.
2)   Menggunakan sumber-sumber setempatnya (narasumber dan bahan-bahan) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam  pemecahan masalah.
3)   Keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupannya.
4)   Perluasan untuk terjadinya belajar melebihi periode, kelas, dan sekolah.
5)   Memuaskan pada pengaruh IPA dan teknologi kepada individu peserta didik.
6)   Pandangan mengenai IPA sebagai content  lebih dari sekedar yang hanya berisi konsep-konsep dan untuk menyelesaikan ujian.
7)   Penekanan keterampilan  proses IPA agar dapat digunakan oleh peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya.
8)   Penekanan kepada kesadaran mengenai karier (career), khususnya karier yang berhubungan dengan IPA dan teknologi.
9)   Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan dalam masyarakat sebagai usaha untuk memecahkan kembali masalah-masalah yang diidentifikasikanya.
10)    Menentukan proses IPA dan teknologi dalam memengaruhi masa depan.
11)    Sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar (sebagai masalah individu).
Seiring dengan perkembangan pembelajaran sains. STS dilengkapi dengan kata envorenment  atau lingkungan. Perkembangan pendekatan STS (science,  tecnology, society) menjadi SETS (sciene, environment, tecnology, society) dipengaruhi oleh perhatian manusia terhadap lingkungan yang ada di bumi yang sudah banyak mengalami perubahan, yang cenderung ke arah kerusakan lingkungan akibat teknologi yang dikembangkan oleh manusia.
Pendekatan SETS dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan dengan mengajak peserta didik mengaitkan konsep IPA dengan unsur-unsur dalam SETS. Pendekatan ini akan mengarahkan peserta didik belajar bermakna (meaningfull learning), seperti tercantum dalam kompetensi yang harus dicapai dalam kurikulum 2013.[10]

C.    Jenis-jenis Metode Pembelajaran IPA

1.    Metode Ceramah
Metode ceramah dalam proses pembelajaran IPA merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh guru IPA. Metode ceramah merupakan metode yang dianggap banyak orang merupakan metode yang praktis, tidak memerlukan banyak waktu, biaya dan persiapan.
Metode ceramah mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan metode ini adalah :
1)   Metode ceramah sangat baik untuk materi yang belum tersedia dalam bentuk hard copy sehingga dapat dilaksanakan di sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan buku-buku ajar.
2)   Guru mampu mengontrol materi yang akan diberikan.
3)   Guru dapat merencanakan waktu penyampaian materi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalm kurikulum.
4)   Guru dapat menyampaikan materi dalam waktu singkat.
5)   Dapat digunakan dalam kelas besar.
6)   Metode ceramah dapat digunakan dengan baik untuk tingkat kognisi atau afeksi rendah.
7)   Metode ceramah lebih praktis, ekonomis, dan efisien.
Kekurangan pembelajaran dengan metode ceramah adalah :
1)      Metode ceramah memaksa peserta didik untuk menjaga kosentrasinya dengan menggunakan indra telinga yang terbatas.
2)      Metode ceramah membuat peserta didik terganggu oleh hal-hal visual.
3)      Metode ceramah membuat peserta didik sulit menentukan gagasan guru yang bersifat analisis, sintesis, kritis dan evaluatif.
4)      Metode ceramah membuat peserta didik cenderung diperlakukan sama rata oleh guru.
5)      Metode ceramah membuat guru cenderung bersifat otoriter.
6)      Metode ceramah membuat kelas monoton.
7)      Metode ceramah membuat kelas doktiner.
8)      Metode ceramah yang disampaikan oleh guru yang tidak pandai bertutur kata akan membuat kelas menjadi membosankan.

Metode ceramah yang dipersiapkan harus sebaik mungkin agar mampu menciptakan proses pembelajaran IPA yang menarik. Cara yang dapat digunakan oleh guru IPA dalam melaksanakan metode ceramah yang baik adalah :
1)   Proses perencanaan dengan metode ceramah, guru IPA harus dapat merumuskan tujuan dalam proses pembelajaran yang akan dilaksanakan melalui media dan sumber belajar yang akan digunakan.
2)   Proses pelaksanaan pembelajaran IPA dengan metode ceramah, guru IPA harus mempu bertutur kata yang dapat menarik perhatian peserta didik, berbahasa yang komunikatif dan mudah dicerna, menjaga penampilan yang sesuai, menanggapi respons, mengoptimalkan teknik bertanya dengan peserta didik.
3)   Kegiatan penutup dalam proses pembelajaran dengan metode ceramah sebaiknya guru memberikan suatu penguatan atau reinforcement tentang arti penting materi yang telah disampaikan untuk kehidupan peserta didik.
2.    Metode Diskusi-Presentasi
Metode Diskusi-Presentasi merupakan cara pencapaian tujuan pembelajaran IPA dengan komunikasi interaktif dalam menyampaikan ide atau pendapat dalam suatu forum ilmiah untuk membahas suatu permasalahan IPA. Metode diskusi mempersyaratkan adanya :
1)   Masalah yang akan dibahas
2)   Kumpulan beberapa peserta didik atau kelompok (group discussion)
3)   Pemadu diskusi
Dalam suatu diskusi merupakan masalah yang kontroversional, masalah yang berhubungan dengan fenomena yang dihadapi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, masalah yang membutuhkan solusi pemecahannya (problem solving). Masalah-masalah yang dapat diajukan dalam proses pembelajaran IPA tematik integratif merupakan penghubung (bridging) antara teori yang dipelajari dengan aplikasi secara kontekstual.
Kumpulan beberapa peserta didik dalam bentuk kelompok diskusi (group discussion) merupakan elemen pokok melaksanakan diskusi. Belajar bersama dalam bentuk kelompok akan dapat meningkatkan resitasi bersama (socialized recitation). Peningkatan resitasi bersama dalam mempelajari IPA akan lebih optimal dengan menggunakkan metode diskusi.
Pemadu diskusi merupakan pemimpin atau leader yang mengatur jalannya diskusi. Pemadu diskusi ini diperlukan untuk menjaga jalannya diskusi sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Diskusi yang tidak menggunakkan pemadu diskusi akan menyebar atau meluas dan tidak mengarah pada fokus masalah yang dipecahkan.
Metode diskusi-presentasi diaplikasikan dalam proses pembelajaran IPA untuk :
1)   Mendorong peserta didik berpikir kritis
2)   Mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebas
3)   Mendorong peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama
4)   Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi-presentasi :
1)   Menyadarkan peserta didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
2)   Menyadarkan peserta didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik
3)   Membiasakan peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi
4)   Menanamkan karakter kooperatif atau mau bekerja sama dengan orang lain
Kelemahan metode ini :
1)   Metode ini tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar atau kelas dengan jumlah yang besar
2)   Peserta diskusi mendapat informasi terbatas
3)   Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara/agresif sehingga peserta didik yang cenderung diam/nonassertive mempunyai kesempatan terbatas dalam menyampaikan ide/gagasan.
Pelaksanaan metode diskusi ini dapat didahului dengan suatu presentasi peserta didik dalam menyampaikan ide atau gagasan. Penyampaian ide atau gagasan tersebut mampu mengoptimalkan keterampilan mereka dalam komunikasi di depan umum yang akan meningkatkan karakter dan percaya diri mereka.
3.    Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi merupakan cara pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan dengan menggunakan media atau alat peraga yang sesuai materi yang disajikan. Menurut Cole & Chan (1998), a demonstration was defined as a physical display of object or event. Metode domonstrasi berhubungan dengan tiga komponen. Pertama, materi pembelajaran yang meliputi, fakta, hukum, teori, generalisasi, aturan, dan prinsip. Kedua, contoh yang digunakkan untuk mengilustrasikan materi pembelajaran. Ketiga, kerangka yang digunakan oleh guru dalam mengintegrasikan materi pembelajaran dengan contoh-contoh yang relevan (Cole & Chan, 1998).
Manfaat dari metode demonstrasi dalam proses pembelajaran IPA adalah :
1)   Peserta didik akan dapat memusatkan perhatian pada objek IPA yang didemonstrasikan
2)   Proses pembelajaran IPA akan lebih terarah pada materi yang dipelajari
3)   Pengalaman dan kesan akibat dari demonstrasi yang dilakukan akan lebih melekat pada peserta didik
4)   Proses belajar peserta didik lebih terarah pada materi IPA yang sedang dipelajari
Kelebihan metode ini :
1)   Membantu peserta didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau sistem kerja.
2)   memudahkan dalam memberikan berbagai jenis penjelasan tentang konsep IPA
3)   Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaikinmelalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan objek sebenarnya.
Kelemahan metode ini :
1)   Peserta didik terkadang sukar melihat demonstrasi dengan jelas jika dilaksanakan dalam kelas yang besar
2)   Tidak semua benda dapat didemonstrasikan
3)   Sukar dimengerti jika didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai materi.
4.    Metode Simulasi dan Role Playing
Metode Simulasi atau role playing merupakan suatu cara yang ditempuh dalam mempelajari IPA dengan mengabstrasikan kenyataan yang ada dalam bentuk pemeranan atau menghadirkan hal nyata dalam bentuk peran. Menurut Greenblat (1982) dalam Suparno (2007), simulasi adalah model dinamika yang menggambarkan atau mengungkapkan sistem fisik (nonmanusia) atau sosial (manusia) yang diabstrasikan dari kenyataan dan disederhanakan untuk proses belajar. Metode simulasi atau role playing merupakan metode belajar yang menyenangkan (joyfull learning). Metode ini mampu membuat pembelajaran IPA yang cenderung sulit menjadi menyenangkan sehingga peserta didik termotivasi dalam belajar IPA. Motivasi yang diciptakan dari metode ini adalah motivasi ekstrinsik.
Menurut Suparno (2007), sebagai metode pembelajaran, simulasi termasuk yang sesuai dengan teori konstruktivisme. Metode simulasi merangsang peserta didik untuk menemukan dan menyusun sendiri suatu konsep IPA yang dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan metode simulasi baik memerankan manusia maupun nonmanusia (Kindsvatter,dkk., 1996 dalam Suparno, 2007)
1)   Orientasi, guru dan peserta didik mendiskusikan arti penting simulasi, menjelaskan tujuan yang ingin dicapai dari simulasi, dan persoalan yang ingin dipecahkan dalam simulasi.
2)   Persiapan peserta, guru dan peserta didik bersama-sama mempersiapkan skenario dan persoalan yang akan digunakan dalam simulasi, menentukan prosedur yang dilaksanakan peserta didik, memilih peserta didik yang akan memerankan, mengatur tata letak tempat, dan menentukan pengarah.
3)   Perjalanan simulasi, peserta didik diberikan kebebasan dalam melaksanakan simulasi dan guru berperan memfasilitasi agar simulasi berjalan lancar.
4)   Diskusi, pada akhir proses pembelajaran  sebaiknya guru dan peserta didik bersama-sama mendiskusikan tentang simulasi yang telah dilaksanakan.
Metode simulasi adalah metode yang menyenangkan dalam melaksanakan proses pembelajaran IPA. Hal yang perlu dalam melaksanakan metode ini adalah seorang guru harus dapat melakukan refleksi terhadap keseluruhan simulasi yang dilaksanakan oleh peserta didik dengan membuat kesimpulan dan pemaknaan.
Metode simulasi bermanfaat untuk meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar IPA, proses pembelajaran menjadi menyenangkan (joyfull learning). Metode simulasi adalah metode yang tepat dalam melaksanakan kurikulum 2013 yang cenderung konstruktif.
Metode simulasi dapat digunakan dalam mendeskripsikan gerak bumi dan bulan terhadap matahari, serta menjelaskan perubahan sian dan malam, peristiwa gerhana bulan dan gerhana matahari dan perubahan musim serta dampaknya bagi kehidupan di bumi. Langkah simulasinya sebagai berikut :
1)   Orientasi, guru dan peserta didik bersama-sama menentukan tujuan simulasi, menentukan masalah yang akan dibahas atau dipecahakan, membagi beberapa kelompok dalam mempersiapkan naskah skenario.
2)   Persiapan peserta : tahap ini dilakukan dengan menentukan siapa yang berperan sebagai bumi, matahari, bulan, penduduk bumi, pengarah skenario, dan lainnya. Kelompok berfungsi untuk melibatkan semua peserta didik dalam menyusun skenario berdasarkan teori yang ada. Simulasi dapat dilakukan dengan semua kelompok maju dan dapat juga dilakukan dengan perwakilan kelompok. Jika menggunakan perwakilan kelompok maka teknisinya adalah kelompok yang berperan sebagai bulan memilih salah satu anggotanya untuk menjadi bulan dan kelompok tersebut bersama-sama menyusun skenario sebagai bulan dengan mempelajari dengan sungguh-sungguh sifat bulan. Kelompok juga bertanggungjawab terhadap setting latar, tempat, dan properti atau perlengkapan yang harus dipersiapkan.
3)   Perjalanan simulasi : guru memfasilitasi jalannya simulasi dan memberi kebebasan peserta didik memerankan bulan, matahari, bimu, dan penduduk bumi sesuai skenario. Dalam tahap ini, peserta didik yang tidak maju meyimulasikan dapat diberikan worksheet untuk menilai dan memberikan saran pada peserta didik yang tampil.
4)   Diskusi : tahap ini merupakan tahap paling penting dalam proses pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi atau role playing. Dalam tahap ini, guru harus memberikan refleksi, kesimpulan, dan pemaknaan pada apa yang telah disimulasikan, yaitu gerakan matahari, bumi dan bulan yang menyebabkan perubahan sian dan malam. Gerakkan matahari, bumi, dan bulan yang menyebabkan gerhana matahari dan gerhana bulan. Posisi matahari dan bulan yang selalu berubah-ubah mengakibatkan perubahan musim dan peserta didik mampu melihat gejala yang ditimbulkan akibat perubahan musim.
5.    Metode Simulasi Dengan Virtual Laboratory (Virtual Labs)
Metode simulasi dengan menggunakan virtual laboratory merupakan salah satu metode yang efektif dalam mengaplikasikan kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran IPA SD maupun SMSP. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan peserta didik sekarang yang menyukai hal-hal yang berhubungan dengan komputer, misalnya permainan-permainan dan membuat peserta didik malas membaca buku teks atau buku lainnya. Langkah yang dapat diambil guru dalam mengatasi hal tersebut adalah melakukan proses pembelajaran berbasis multimedia dengan menggunakan virtual laboratory. [11]
Virtual laboratory merupakan proses pembelajaran yang menggunakan simulasi komputer. Simulasi komputer dalam proses pebelajaran IPA merupakan simulasi eksperimen-eksperimen IPA yang dapat diakses peserta didik dengan bantuan jaringan internet. Selain menggunakan jaringan internet, [roses pembelejaran IPA dengan virtual laboratory dapat juga dengan menggunakan CD-Rom yang telah berisi aplikasi Macromedia Flash. Penggunaan metode pembelajaran ini memerlukan media komputer yang mendukung, yaitu komputer sudah terinstal Flash Player dan Java Run Time Environment.
Metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan metode ini adalah ekonomis bahan dan alat praktikum, praktis digunakan peserta didik baik dalam proses pembelajaran dikelas maupun belajar mandiri, meningkatkan pemahaman karena dapat diulang jika belum paham, efektif waktu dalam melaksanakan eksperimen, dan aman dilaksanakan karena Kesehatan Keselamatan Kerja (K3) minimal. Kekurangan penggunaan metode ini dalam proses pembelajaran IPA adalah peserta didik tidak dapat secara langsung melakukan praktikum di laboratorium sehingga kurang mengenal alat dan bahan yang digunakan, metode ini kurang memberikan pengalaman nyata pada peserta didik dan tidak semua komputer dapat digunakan.
6.    Metode Eksperimen.
Metode eksperimen dalam proses pembelajaran IPA tidak terlepas dari metode ilmiah (scientific method) dalam mempelajari IPA serta ketrampilan proses IPA. Hal ini disebabkan, IPA diperoleh melalui suatu metode ilmiah. Pengetahuan IPA ditemukan dari bahasan “mengapa dan bagaimana” fenomena-fenomena yang terjadi dialam, penemuan ini dikembangkan oleh ilmuawan sejak dahulu kala secara coba-coba. Penemuan IPA oleh ilmuwan terdahulu mengikuti paradigma atau pengembangan pola pikir dengan cara mengombinasikan pengetahuan, percobaan, perumusan hukum, hipotesis, dan teori dalam kerangka metode ilmiah (scientific method).
Pelaksanaan metode eksperimen dalam pembelajaran IPA dapat dilaksanakan di laboratorium maupun di alam sekitar. Pelaksanaan metode eksperimen di laboratorium akan efektif jika:
1.      Peralatan laboratorium yang digunakan cukup untuk semua peserta didik.
2.      Bahan-bahan yang akan digunakan harus cukup untuk semua peserta didik.
3.      Peserta didik sudah memahami Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
4.      Alat dan bahan yang digunakan bagus kualitasnya.
Selain eksperimen di laboratorium, peserta didik dapat melaksanan eksperimen di alam sekitar, misalnya di lingkungan sekolah, rumah, pantai, gunung, dan lain-lain. Eksperimen di luar laboratorium umumnya dilaksanakan dalam mempelajari bidang kajian makhluk hidup dan proses kehidupan, energi dan perubahannya, materi dan sifatnya, serta bumi dan alam semesta. Pelaksanaan metode eksperimen di alam sekitar dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
1.      Menentukan tujuan pembelajaran IPA yang akan dicapai.
2.      Menentukan tempat untuk melaksanakan eksperimen.
3.      Menyediakan alat dan bahan yang digunakan untuk eksperimen.
4.      Menetukan waktu eksperimen, sebaiknya dilaksanakan di luar jam pelajaran.
Metode eksperimen bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dalam menemukan dan memahami suatu konsep atau teori IPA yang sedang dipelajri. Kemampuan berpikir peserta didik dimulai dengan adanya pertanyaan apa, mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana suatu fenomena alam terjadi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan mendorong peserta didik untuk mencari jawabannya, misalnya pertanyaan “Apa yang terjadi jika klip dimasukkan ke gelas yang berisi air dan sebuah magnet batang diletakkan dekat gelas?”, “Mengapa air dapat berubah fase menjadi uap air dan es?”, dan “Bagaimana dengan tetes air yang berbentuk bulat?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memicu peserta didik untuk berpikir dan mencari tahu untun menjawab dan memecahkan permasalahan tersebut. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat diberikan oleh guru sebagai stimulus untuk melaksanakan eksperimen, tetapi juga dapat berasal dari peserta didik akibat melihat fenomena yang mereka jumpai.
Pelaksaan proses pembelajaran IPA berdasarkan kurikulum 2013 mengoptimalkan penggunaan metode eksperimen. Metode ekdperimen yang digunakan dalam kurikulum 2013 merupakan metode discovery dengan pola dasar melakukan pengamatan, menginferensi, dan mengomunikasikan/ menyajikan. Pola dasar akan dikembangakan lebih lanjut menjadi pengumpulan data atau pengamatan lanjutan, menganalisis data, dan menarik kesimpulan.[12]


BAB III

KESIMPULAN


Pendekatan Pembelajaran merupakan titik tolak atau sudut pandang suatu pembelajaran. Pendekatan pembelajaran IPA merupakan landasan filosofi yang melatar belakangi proses pembelajaran IPA. Landasan filosofi ini berdasarkan epistemologi, ontologi, dan aksiologi pembelajaran IPA. IPA yang dibahas disini adalah natural science, bukan social science.
Jenis-jenis pendekatan dalam pembelajaran IPA di  MI/SD adalah pendekatan pembelajaran berdasarkan teacher centered approach dan student centered approach, pendekatan konsep dan pendekatan proses, pendekatan deduktif dan pendekatan induktif, pendekatan discovery-inquiry, pendekatan kontekstual, pendekatan konstruktivisme, pendekatan science, environment, tecnology, society (SETS).
Jenis-jenis metode dalam pembelajaran IPA di MI/SD adalah metode ceramah, metode diskusi-presentasi, metode demonstrasi, metode simulasi dan role playing, metode Simulasi dengan virtual laboratory (Virtual Labs), metode eksperimen.









DAFTAR PUSTAKA

 

Amalia Sapriati, d. (2011). Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Mustakim, Z. (2010). Strategi & Metode Pembelajaran. Pekalongan: STAIN PRESS.
Sulistyaowati, A. W. (2014). Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.





[1] Amalia Sapriati, dkk. Pembelajaran IPA di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011), hlm.2.3-2.4
[2] Asih Widi Wisudawati & Eka Sulistyaowati, Metodologi Pembelajaran IPA,(Jakarta:Bumi Aksara,2014).hlm:106-107
[3] Ibid,hlm:109-110
[4] Ibid, hlm:112
[5] Zaenal Mustakim, Strategi & Metode Pembelajaran, (Pekalongan:STAIN PRESS,2010), hlm:83
[6] Asih Widi Wisudawati & Eka Sulistyaowati,Op.Cit.hlm:117-118
[7] Ibid, hlm:119-122
[8] Zaenal Mustakim, Op.Cit,hlm:78-79
[9] Asih Widi Wisudawati & Eka Sulistyaowati, Metodologi Pembelajaran IPA,(Jakarta:Bumi Aksara,2014).hlm:131-132
[10] Ibid, hlm:134-135
[11] Ibid hal 152-153
[12] Ibid, hlm:155-157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar